Keluarga Ceria, Ceria (Ber)keluarga
Tidak mudah mewujudkan suasana yang selalu ceria di dalam rumah tangga. Sering saya menemukan, keluarga yang jarang sekali melakukan canda tawa di dalam rumahnya. Lebih sering pertengkaran yang terdengar, bila tidak antara ibu dan ayah, antara kakak dan adik.
Pertemuan antar anggota keluarga hanya diliputi dengan suasana dingin. Kalaupun ada canda, yang tertangkap adalah canda yang berupa ejekan sinis di antara sesama anggota keluarga. Ah, betapa tidak bahagianya hidup dalam rumah semacam itu.
Pernah juga saya temukan posisi ayah yang sangat sakral, isteri dan anak-anak sangat takut kepada sang ayah. Makan pun selalu ayah yang lebih dahulu disiapkan. Setelah sang ayah selesai, barulah ibu dan anak-anak makan bersama-sama. Saya berpikir, betapa sepinya sang ayah, menjadi orang yang dijauhi oleh semua anggota keluarga lainnya.
Sebenarnya faktor apa yang membuat suatu keluarga memancarkan keceriaan pada semua anggotanya. Apa yang membuat suatu keluarga menjadi tempat yang sehat bagi perkembangan karakter setiap anggotanya?
Ketika seseorang menikah, tidak ada yang tahu apa yang akan ditemuinya dalam perjalanan pernikahannya nanti. Pasti ada kerikil-kerikil tajam yang menghadang langkahnya untuk meraih kebahagiaan di dalam rumah tangga.
Ada orang-orang yang gagal menyingkirkan kerikil-kerikil tajam itu dan gagal mencicipi kebahagiaan, tetapi ada juga orang yang sukses menyingkirkan kerikil tajam tersebut dan memelihara kebahagiaan bersama keluarganya.
Belajar dari kisah hidup Rasulullah SAW dalam membangun keluarganya, ada banyak pelajaran yang bisa menjawab pertanyaan saya dalam mewujudkan keluarga ceria tersebut.
Pelajaran pertama adalah kuatnya visi beliau dalam menjalankan pernikahan. Hal inilah yang mempengaruhi beliau dalam memilih pasangan untuk bersama-sama mencapai visi tersebut.
Visi beliau yang utama adalah visi untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Visi inilah yang dibawa oleh beliau ketika menikah dengan Khadijah, seorang wanita yang matang dan sangat memahami kebutuhan suaminya.
Khadijah pula yang sangat mendukung beliau di hari-hari pertama diangkatnya beliau sebagai Rasul. Rasulullah sangat bahagia bersama ibunda Khadijah saat itu.
Visi berikutnya adalah mendakwahkan Islam ke seluruh umat manusia. Visi inilah yang dibawa beliau ketika menikahi isteri-isterinya sesudah ibunda Khadijah.
Dengan visi yang kuat inilah yang membuat beliau mampu melewati berbagai rintangan yang dilaluinya dalam berumah tangga. Bahkan ujian-ujian beliau dalam mensyiarkan Islam, seperti peperangan, dan juga fitnah-fitnah yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam saat itu, tidak mampu menggoyang biduk rumah tangga beliau.
Pelajaran kedua adalah pemahaman beliau dalam memenuhi kebutuhan para isterinya. Kebutuhan yang mendasar dari seorang isteri adalah mendapatkan perhatian penuh dari suaminya.
Perlakuan Beliau yang lembut kepada isteri-isterinya membuat semua isteri-isterinya merasa berbahagia menjadi isteri beliau. Begitu pun kesediaan beliau memenuhi kebutuhannya sendiri bila dilihatnya sang isteri sedang sibuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam satu riwayat, Beliau senang membantu keluarganya dalam urusan rumah tangga di antara kesibukannya sebagai pemimpin ummat.
Pelajaran ketiga adalah betapa hebatnya pola komunikasi yang dijalankan oleh Rasulullah kepada seluruh anggota keluarganya. Betapa lembutnya beliau berbicara kepada isteri-isterinya. Betapa lembutnya beliau kepada Fatimah anaknya dan juga cucu-cucunya.
Tidak ada sekat yang sengaja dipasang oleh beliau yang membuat anggota keluarganya enggan mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya. Semuanya menghormati beliau, tetapi tidak takut kepadanya.
Rasulullah juga mampu meredam api cemburu yang sering ada di hati para isterinya. Beliau mampu mengarahkan rasa cemburu itu ke arah yang lebih positif. Mengarahkannya untuk mencari cinta yang lebih tinggi lagi, yaitu keridhaan Allah SWT.
Betapa indahnya bila kita bisa bercermin dari Rasulullah dalam menjalankan rumah tangganya. Semoga Allah selalu menunjukkan jalan kepada kita dalam mewujudkannya. Amien.
Oleh: Hifizah Nur (hifizahn@yahoo.com)
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/12/30/155505-hikmah-sore-keluarga-ceria-ceria-berkeluarga