Pesan Damai Islam


Kata Islam, salah satu maknanya, adalah keselamatan. Ini berarti bahwa Islam adalah ajaran yang mengajak kepada kedamaian, persaudaraan, kasih sayang, persatuan, toleransi, dan saling menghargai satu sama lain.

Allah Swt dengan tegas menyatakan:
“Dan tiadalah Kami mengutus mu (Wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmatan lil-alamin, pengasih bagi alam semesta.” (Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 107)
Karena itu, Islam sangat mengecam sikap permusuhan, otoriter, congkak, perpecahan, mau menang sendiri, dan melecehkan pihak lain.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 11) Sedemikian rupa Islam melarang seseorang berkata jelek terhadap saudaranya sehingga Allah Swt menyamakan perbuatan membicarakan kejelekan orang atau ghibah sebagai makan daging saudara sendiri.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka , karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 12)

Islam adalah agama yang mengajak umatnya bersatu “Berpegang teguhlah pada tali Allah dan jangan sama sekali bercerai berai,” (Q.S. 3: 103)
dan melarang bercerai berai. “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah datang kebenaran kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Q.S. 3: 106) Sebab sungguhnya “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. 49: 10)

Hubungan Muslim dengan Muslim lainnya digambarkan Rasul saw bak satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh yang lain pun ikut sakit. Di dalam salah satu sabdanya Nabi saw menegaskan: “Kamu tidak akan masuk surga sampai kamu beriman, dan kamu belum beriman sebelum kamu saling mencintai.”

“Tidak beriman seseorang sebelum ia menginginkan agar yang balk terjadi pada saudaranya sebagaimana ia menghendaki demikian untuk dirinya.” “Sesungguhnya”, kata Rasulullah saw, “Allah Ta’ala berfirman: “Cinta-Ku akan Kuberikan kepada orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku. CintaKu akan Ku-berikan kepada orangorang yang saling mencintai karenaKu. Cinta-Ku akan Ku-berikan kepada orang-orang yang saling berkorban untuk yang lainnya karena-Ku. Dan cinta-Ku akan Ku-berikan kepada orang-orang yang saling tolong menolong karena-Ku.”

Seorang Muslim dilarang menyakiti Muslim lainnya. Dilarang memukulnya. Dilarang membunuhnya. Dilarang mengganggunya. Dilarang memfitnahnya. Dilarang menuduhnya. Dilarang membencinya. Dilarang memeranginya. Dilarang berkata jelek terhadapnya. Dilarang berbuat jahat. Dilarang berkata bohong. Dilarang mencari kesalahan orang lain, dan dilarang mencercanya.

Maka siapa pun yang melakukan demikian, sebagaimana sabda Rasul saw, mendapat kutukan Tuhan. “Kehormatan Muslim itu satu. Seseorang harus membela kehormatan saudaranya. Maka barang siapa yang mencemarkan kehormatan seorang Muslim Allah mengutuknya. Demikian pula para malaikat dan semua manusia. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalnya di hari kiamat.”

“Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”(Q.S. Ali Imran [3]: 19)

Karena itu seorang Muslim harus ber-husnuz-zhan, berprasangka baik terhadap sesama Muslim lainnya. Ia sekali-kali tidak boleh berprasang buruk atau suu_zhan, karena prasangka buruk dapat merusak hubungan baik dan menimbulkan bencana.

Bukan hanya prasangka buruk, bahkan seorang Muslim tidak boleh menilai orang lain atas dasar prasangka dan dugaan semata. la harus mencari tahu keadaan yang sebenarnya. Dan tidak boleh mengikuti prasangkanya atau kata orang lain sebelum tahu persis persoalannya.

Allah benar-benar melarang hal ini: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka , karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya…dan seterusnya. (Lihat Q.S. 49: 12)

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran . Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Yunus [10]: 36)

Perbedaan pendapat atau khilafiyah adalah sesuatu yang lazim terjadi. Tidak seorang pun di dunia ini yang tidak pernah tidak berbeda pendapat dengan orang lain. Pasti pernah mengalaminya ; besar atau kecil, banyak atau sedikit. Namun perbedaan itu tidak harus membuatnya bermusuhan, wong setiap orang akan mempertanggung-jawabkan pendapatnya di hadapan Allah. Allah Swt-lah yang berhak menghakiminya, bukan dirinya. Manusia di dunia ini sekedar mengikuti argumen-argumen yang ada. Selebihnya tidak.
“Katakanlah: Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.” (Q.S. 2: 111)

Allah Swt dan Rasul-Nya telah memberi batasan apa dan bagaimana Islam itu.
Di dalam salah satu sabdanya Nabi saw menegaskan bahwa : “Orang Islam itu adalah orang Islam lainnya selamat cari gangguan tangannya dan lidahnva.”

Dalam kesempatan lainnya, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dari Thalhah Ibn Ubaidillah di dalam Sahih-nya: “Seseorang datang menghadap Rasulullah dari Najd dengan rambut berantakan. Kami mendengar suaranya tapi tidak tahu apa yang diucapkannya sampai ia mendekat. Rupanya ia bertanya tentang Islam. Rasulullah bersabda: “Islam itu ialah melakukan shalat 5 kali sehari semalam. la berkata: “Apakah ada yang lain untukku?
“Tidak, “jawab Rasulullah, “kecuali jika engkau ingin berbuat lebih.”
Nabi meneruskan: “Puasa di bulan Ramadhan.”.
la berkata lagi : “Adakah yang lainnya bagiku?”
“Tidak, “kata Nabi, “Kecuali jika engkau mau berbuat lebih. Lalu Nabi menyebut tentang kewajiban mengeluarkan zakat. la berkata: “Adakah yang lain?” Nabi menjawab: “Tidak, kecuali, jika engkau ingin berbuat lebih.” Kemudian orang itu pergi dan berkata: “Demi Allah aku tidak akan menambahi hal ini dan tidak akan menguranginya.” Rasulullah saw berkata: “Jika dia jujur dia akan bahagia.”

Hadits lain: “Barang siapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, menghadap kiblat kita, shalat sama dengan kita, makan sembelihan kita, itulah orang Islam. la mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti Muslim lainnya.”

Puluhan hadits bahkan ratusan yang menegaskan kepada kita bahwa cukup dengan kesaksian bahwa Allah adalah Tuhannya dan Muhammad saw sebagai Nabi, melakukan shalat lima, menjalankan puasa, dan mengeluarkan zakat, maka tidak dibenarkan bagi kita, dengan alasan apa pun, untuk menganggapnya bukan dari golongan Islam. Simak beberapa hadits berikut:

1. Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ketika Rasulullah saw mengutus Muaz Ibn Jabal ke Yaman ia berkata: “Engkau akan mendatangi Ahlukitab. Jika engkau mendatangi mereka ajaklah mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka patuh, katakan pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan shalat lima sehari semalam. Jika mereka patuh, katakan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mengeluarkan zakat atas orang-orang kaya mereka untuk dibagikan kepada fakir miskin. Jika mereka patuh, kamu harus menjaga harta mereka.”

2. Sahabat Usamah Ibn Zaid menceritakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kedua Sahihnya bahwa ketika Usamah dan seorang Anshar berhasil menjatuhkan lawan dalam salah satu pertempuran, tiba-tiba musuh yang sudah dijatuhkannya itu mengucapkan 2 kalimat syahadat. Si Anshar menahan dirinya, tapi aku, kata Usamah, justru membunuhnya. Ketika hal ini kusampaikan kepada Rasulullah, Rasulullah Saw berkata kepadaku: “Engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan lailahaillallah?”
Aku menjawab: “Dia melakukan itu hanya untuk melindungi dirinya saja.”
Tapi Nabi terus mengulang-ulangi pertanyaan itu hingga membuatku berharap alangkah lebih baiknya jika aku belum masuk Islam waktu itu.

3. Miqdad Ibn Amr bertanya kepada Rasulullah Saw: “Bagaimana jika aku bertempur dengan orang kafir yang kemudian berlindung di balik pohon setelah memenggal lenganku lalu ia berkata: “Aku telah pasrah (Islam) kepada Allah”; apakah aku boleh membunuhnya setelah ia mengucapkan kalimat tersebut?”
Rasulullah Saw bersabda: “Kamu tidak boleh membunuhnya. Jika kamu membunuhnya, maka posisinya seperti posisimu sebelum engkau membunuhnya, sedangkan posisimu seperti posisinya sebelum ia mengucapkan kalimat itu.” Artinya keadaanya berbalik; si kafir menjadi Muslim, dengan mengucapkan kalimat tersebut, sementara si Muslim menjadi kafir dengan membunuhnya setelah mengucapkan kalimat tersebut!

4. Bukhari juga meriwayatkan: “Ada seseorang yang berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah. takutlah pada Allah! Nabi menjawab: “Sungguh celaka engkau. Bukankah aku ini adalah orang yang paling harus bertaqwa kepada Allah? Khalid berkata kepada Nabi. “Ya Rasulullah, apakah aku harus memenggal kepalanya?”
Nabi menjawab, “Tidak, sebab mungkin dia masih shalat.”

Adakah kekurangajaran yang lebih gila dari yang dilakukan seorang Sahabat di atas ini (tentu saja dia bukan sahabat yang baik) terhadap Rasulullah ini?
Seharusnya orang ini dibunuh, sebagaimana yang diminta Sahabat Khalid. Tapi karena si kurang ajar ini masih shalat maka Nabi saw tidak memperkenankan Khalid membunuhnya.

Ahlul Bayt Rasul, Imam Ja’far Shadiq a.s. menjelaskan bahwa “Islam adalah apa yang tampak secara lahir pada orang-orang itu; mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan haji, dan puasa Ramadhan,”.

Dalam hadits lain beliau as menegaskan: “Islam adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan mengakui Muhammad sebagai utusan Allah. Dengan melakukan ini saja, maka darahnya hares dijaga, dan berlaku baginya ketentuan-ketentuan nikah dan waris.”

Demikian pula penegasan Imam Muhammad al-Baqir: “Islam adalah apa yang tampak dari perkataan dan perbuatan seseorang. Apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan berbagai macam kelompoknya itu, sudah sukup untuk mengharamkan darah mereka, berlakunya ketentuan waris atas mereka, boleh dinikahi, dan bergabung dalam shalat, zakat, puasa, dan haji. Mereka bukan orang-orang kafir. Tapi orang-orang yang beriman.”

Terakhir bisa kita simak petuah al-Syekh al-Akbar Ibn al-Arabi di dalam kitab Futuhatnya: “Jangan sekali-kali kamu memusuhi orang-orang yang mengucapkan La ilaha illallah, karena mereka memiliki al-wilayah al-’ammah (hak sebagai penganut tauhid). Mereka adalah kekasih-kekasih Allah, sekalipun mereka berbuat salah dan memikul dosa selangit, karena mereka tidak menyekutukan Allah dengan apa pun. Allah akan mengampuni mereka semua. Maka barang siapa yang sudah jelas wilayahnya, bahwa dia telah mengucapkan kalimat tauhid, haram diperangi.”
_________________

* Disadur dan dikutip dari kitab al-Fushul al-Muhimmah fi Ta’lif alUmmah karya Sayyid Abdul-Husain Syarafuddin al-Musawi.

http://qitori.wordpress.com/2008/06/09/pesan-damai-islam/#more-863