Indahnya Persahabatan


Manusia dalam literatur bahasa Arab berasal dari kata al-insan. Bentukan dari kata dasar uns yang berarti jinak atau harmonis. Maka, fitrah manusia adalah memiliki potensi untuk menjalin hubungan secara harmonis dengan lingkungan sekitarnya, serta hubungan vertikal dengan Tuhannya.

Manusia dalam hidupnya tidak bisa lepas dari orang lain. Bergaul menjadi fitrah dan kebutuhan dasar manusia. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia harus menjalin hubungan dengan sesamanya. Kehadiran orang lain adalah suatu keharusan karena manusia tidak bisa hidup sendiri.

Menurut Ibnu Khaldun (”bapak sejarah dan sosiolog Muslim”), eksistensi manusia diakui karena adanya relasi secara timbal balik dengan manusia yang lain.
Menyadari hal diatas, dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, manusia harus menjunjung tinggi prinsip simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan). Dan hubungan yang semata-mata hanya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Bukan hanya untuk tujuan tetentu yang hanya menguntungkan diri sendiri. Karena bila demikian, ikatan tersebut tidakakan kekal. Persahabatan itu akan hilang seiring tergapainya tujuan yang diinginkannya. Sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, “Sesungguhnya siapa saja yang senang kepadamu karena adanya keinginan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”.

Nabi Muhammad SAW pernah mengibaratkan ikatan persahabatan antar dua orang muslim dengan kedua belah tangan. Beliau tidak memakai perumpamaan lain karena jalinan hubungan antar kedua tangan sangat cocok untuk dijadikan, ibarat dalam menjalani hubungan sesama manusia. Kita bisa melihat bagaimana kedua belah tangan saling membantu satu sama lain dalam usaha menggapai tujuan. Keduanya bersatu padu dalam mewujudkan tujuan. Keduanya melebur menjadi satu untuk mencapai tujuan yang sama.

Demikian juga jalinan persahabatan manusia akan lebih indah seandainya dilandasi dengan semangat kerjasama sebagaimana kedua belah tangan. Mereka senantiasa saling bahu-membahu untuk mencapai bersama. Menanggung bersama setiap kesedihan yang menimpa. Dan setiap kebahagiaan akan selalu dinikmati bersama. Dalam situasi dan kondisi apapun jalinan kerjasama terus berlanjut. Saling membantu saat dibutuhkan walau tanpa diminta serta saling menjaga rahasia dan aib. Bersabda, “Paling utamanya amal baik ialah memberi kegembiraan kepada saudaramu yang beriman”. (HR. Ibnu Abi Dunya).

Selain itu, seseorang dalam bergaul juga dituntut untuk selalu menampakkan wajah ceria. Mengucapkan salam jika bertemu. Memaafkan bila terjadi kekeliruan. Saling memberi nasihat. Sama-sama mendo’akan karena do’a seseorang untuk temannya mudah terkabulkan. (HR. Muslim). Dan yang paling sulit adalah saling mengorbankan harta benda yang dimilki.

Imam Al-Ghazaali membagi 3 jenis sikap manusia dalam memberikan pengorbanan terhadap orang lain sebagai berikut:

Pertama, memposisikan teman sebagaimana hamba sahaya atau budak. Dalam arti selalu memenuhi kebutuhannya meskipun tanpa diminta.

Kedua, memposisikannya seperti diri sendiri. Sehingga apa yang dimilki rela untuk digunakan bersama.

Ketiga, tingkatan tertinggi dalam pengorbanan. Yaitu selalu mengutamakan kepentingannya dari pada kepentingan sendiri.

Pada 14 abad yang lalu, di zaman Rasulullah saw. ada tiga orang sahabat yang ikut berjuang dalam perang Yarmuk. Ketiganya mengalami luka yang cukup berat, dan salah seorang sahabat lainnya yang bernama Abu Yahim mencari para pejuang yang mengalami luka parah.

Dalam satu riwayat yang diceritakan oleh Abu Yarm bin Hudzaifah r.a.diceritakan pada saat berlangsungnya perang Yarmuk, saya ikut dalam peperangan tersebut. Dan setelah perang berakhir, saya mencari saudara sepupu saya di antara orang-orang yang terluka dengan membawa satu kendi air untuknya. Setelah saya menemukannya dalam keadaan luka parah, saya bermaksud memberikan minuman yang saya bawa. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang sedang merintih, tergeletak di dekat saudara sepupu saya itu, ternyata sahabat baiknya juga terluka.

Dengan isyarat saudara sepupu saya memerintahkan agar saya memberikan minuman tersebut kepada sahabatnya yang merintih itu. Ternyata sahabatnya itu juga dalam keadaan luka parah dan hampir meninggal. Ketika saya mendatanginya akan memberkan minum, ternyata di dekatnya juga ada sahabatnya lagi yang kondisinya kritis, kehausan dan minta air. Sahabat sepupu saya itu meminta saya untuk memberikan minum kepada sahabatnya itu lebih dulu. Ketika saya akan mendekati orang ketiga itu ternyata ia telah meninggal dunia.

Ketika saya kembali kepada orang kedua tadi, ternyata dia juga sudah meninggal, dan ketika saya akan kembali kepada sepupu saya membawa air minum ternyata sepupu saya itu juga sudah meninggal. Inna lillahi wa inna illaihi raji'un.

Kisah ini banyak tertulis di dalam kitab-kitab hadits. Dalam kisah ini kita dapat mengambil hikmah yang dalam, bagaimana nilai persahabatan di antara para sahabat Rasulullah yang pantas kita jadikan teladan bagi kita, bagaimana seharusnya kita bersahabat. Walaupun mereka sendiri kehausan, tetapi masih memikirkan sahabatnya. Mendahulukan sahabatnya daripada dirinya sendiri menjadi salah satu ciri sahabat sejati. Itulah yang disebut dengan istilah itsar.

Sesungguhnya Allah menganugerahkan cinta antara sesama hamba-Nya. Cinta sesama hamba-Nya diwujudkan dalam bentuk ukhuwah. Perwujudan ukhuwah ini mutlak diperlukan untuk kemashalahatan umat, baik individu, keluarga maupun masyarakat.


Al-Qur'an menggambarkan arti persahabatan dalam kisah Nabi Musa ketika memohon pada Allah agar diberikan pendamping dalam mengemban tugas kerasulan. “Jadikanlah untukku penolong dari keluargaku. Yaitu, Harun saudaraku. Kokohkanlah dengannya kekuatanku. Dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu. Serta banyak mengingat-Mu.” (Q.S. Thaha: 29-34)

Saudara atau sahabat dalam perjalanan kehidupan ini bagaikan garam dalam masakan. Tanpanya hidup akan terasa hambar. Tanpa cinta dan persahabatan ini hidup tentu tidak ada dinamika dan akan terasa gersang.

Persaudaraan ini akan kian bermakna lagi apabila berada dalam satu mozaik indah beridentitas Islam. Karena dengannya segala perbedaan kelas sosial, ragam suku, bahasa, budaya, negara, politik hingga nuansa pemikiran dan rasa akan lebur menjadi satu pelangi yang indah dan tak terpisahkan. Dan seperti pinta Nabi Musa as. persaudaraan atau pertemanan ini akan menjadi peneguh kekuatan dan teman dalam memuji dan mengingat-Nya.

Subhanallah, begitulah indahnya persahabatan dalam Islam.


source : dari berbagai sumber
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/02/indahnya-persahabatan.html