MIMPI, SEBUAH FENOMENA TIDUR
Tidur merupakan salah satu tanda kebesaran Tuhan dalam ciptaan-Nya dan merupakan aktivitas yang melekat pada makhluk hidup, tak terkecuali manusia. Setiap manusia tidak dapat menahan untuk tidak tidur, kecuali beberapa saat saja dan bersifat sementara, karena bila sudah melewati batas tertentu akhirnya ia akan tidur juga, tanpa terpengaruhi keadaan sekitarnya. Allah berfirman, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam.” (QS. Ar-Rum : 23)
Menurut para ahli, tidur dan terjaga, berputar silih berganti secara terus-menerus sepanjang hidup manusia. Dalam siklus perputaran itu ditandai dengan tanda-tanda fisik dan organik yang merupakan dasar dari siklus biologis pada tubuh manusia. Ketika kita tidur, mata tertutup dan ketajaman telinga berkurang, seluruh organ tubuh menjadi tenang, otot-otot menjadi rileks, jantung berdetak melambat, tekanan darah menurun, sirkulasi darah menjadi tenang, pernafasan pelan dan teratur, konsumsi organ dan jaringan terhadap oksigen dan makanan menurun, kegiatan mayoritas kelenjar berkurang dan organ saraf juga menjadi tenang. Keadaan ini terus berlangsung hingga bangun dari tidur.
Ketika bangun tidur, organ-organ tubuh berangsur normal kembali, vitalitas jaringan tubuh bertambah secara otomatis, indra kembali pada keadaan alaminya dan otot-otot kembali melakukan gerak sadar hingga tubuh pun mulai memasuki periode semangat baru yang berakhir pada penghujung siang, kemudian kembali tidur lagi pada saat datangnya gelap malam. Demikianlah siklus itu kembali pada posisi awal lagi dalam suatu bingkai yang menurut para ahli disebut ritme harian (circadian rythm).
Melalui aktivitas tidur inilah, manusia berulang kali mengalami proses penyegaran, sehingga tidur dianggap sebagai kegiatan yang paling berharga untuk memulihkan kondisi fisik dan psikis seseorang. Bahkan oleh sebagian orang, tidur juga dianggap sebagai cara untuk bermeditasi yang paling efektif dan media membangkitkan kembali kilasan-kilasan aktivitas yang tersimpan di bawah sadar yang diperlukan sebagai pemecah kebuntuan dari masalah-masalah yang dihadapi sekarang. Konon, seorang ilmuwan yang bernama Ibnu Sina, menjadikan tidur untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan pelik. Begitu juga Rene Descartes memperoleh ilham cogito ergo sum-nya melalui mimpi dalam tidurnya.
Ketika tidur, seseorang mengalami beberapa fase atau periode. Pada saat awal ia tertidur, berangsur-angsur hilangnya kesadaran terhadap hal-hal yang ada disekitarnya, hingga mencapai kelelapan tidur. Pada kondisi tersebut, tanggapan naluriah tubuh pada pengaruh-pengaruh luar, berada pada tingkatan yang paling lemah atau bahkan tidak ada. Manusia terpisah sama sekali pada pengaruh-pengaruh sinar atau mekanik dan fisik. Namun pada saat tertentu, terjadi perubahan secara cepat pada debar jantung dan pernafasan, kemudian kedua mata yang tertutup melakukan gerak cepat ke segala arah, meskipun tidak berlangsung lama, karena keadaan akan kembali pada kondisi ketika awal tidur.
Meski masih menjadi perdebatan, para ahli yang mengamati peristiwa tersebut melihat, bahwa perubahan-perubahan itu ada kaitannya dengan poses mimpi yang terjadi pada saat tidur. Namun demikian, sampai saat ini, kajian tentang mimpi itu masih tetap merupakan tantangan yang dihadapi para ilmuwan dan kedokteran.
Orang yang sedang tidur, matanya tertutup tetapi mampu membedakan warna, ukuran dan jarak. Meskipun pendengarannya tidak berfungsi terhadap alam inderawi dan tidak bisa mendengar orang-orang yang sedang bercakap di sekitarnya, tetapi ia bisa mendengar banyak hal yang tidak dapat didengar oleh orang di sekelilingnya. Ia dapat berbicara tanpa harus menggerakkan lidah dan dua bibirnya, ia bisa mendengar tidak melalui telinganya, ia bisa meraba tanpa menggerakkan kedua tangannya dan ia bisa berjalan bahkan berlari tanpa mengayunkan kakinya. Ia bisa menyimpan dalam memori, apa yang dilihat dan didengarnya itu, hingga ia bangun dari tidurnya. Tentu saja hal itu dilakukannya di ‘dunia lain’. Ketika bangun dari tidurnya, ia bisa mengungkap kembali memori-memori yang tersimpan pada saat mimpi yang dialaminya.
Proses penerimaan orang yang tidur berbeda dengan orang yang terjaga. Indera orang yang tidur berhenti total, tetapi ia mempunyai alat penerima lain yang khusus bekerja pada saat tidur. Alat inilah yang bekerja menerima segala sesuatu yang tidak dapat diterima oleh indera, kemudian merekam dalam memorinya dan akan terus tersimpan didalamnya, sampai saat terbangun. Alat ini diprogram untuk menerima pesan-pesan yang tidak diterima orang lain. Subhanallah, sungguh suatu fenomena yang luar biasa !
Tafsir Mimpi
Terlepas banyaknya kontroversi di kalangan ilmuwan, mimpi selalu menjadi bahan kajian menarik bagi masyarakat sejak manusia bermimpi. Mimpi yang benar dipercaya sebagai salah satu akses infromasi tentang hal-hal yang berada di luar jangkauan fikiran normal manusia. Bahkan mimpi mendapat porsi yang besar dalam pengalaman relijius Islam dan agama samawi lainnya. Penyingkapan tabir masa depan melalui mimpi, agaknya merupakan fenomena universal yang selalu menarik diperbincangkan.
Dalam Islam, kemampuan menafsirkan mimpi dianggap sebagai anugerah yang diberikan kepada para nabi dan orang-orang tertentu. Enam bulan sebelum Muhammad saw, mendapat wahyu yang pertama, beliau bermimpi dan ternyata terbukti kebenaran mimpinya. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an pun tidak sedikit yang mengkaitkan mimpi dengan peristiwa-peristiwa besar. Kisah Ibrahim a.s. yang mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail, anaknya, diperoleh melalui mimpi. Kisah kehidupan Nabi Yusuf dan keluarganya terkait erat dengan mimpi. Runtuhnya kekuasaan Fir’aun juga di awali dengan mimpi yang dialaminya.
Mimpi yang dialami oleh orang yang bukan Nabi, menurut Rasulullah saw., dibagi dua jenis, yaitu al-ru’ya yang datangnya dari Allah dan al-hilm yang datangnya dari setan. Mimpi baik yang dialami orang shaleh adalah salah satu dari 64 tanda kenabian. Abdul Muthalib, kakeknya Rasulullah, menemukan dan menggali sumur zamzam, setelah tiga kali mendapat al-ru’ya.
Jika seseorang bermimpi mendapat perintah tertentu, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum syara’ dan keimanan, mungkin itu semacam petunjuk dari Allah kepadanya. Namun, bila seseorang mendapat mimpi yang bertentangan dengan keimanan, seperti mimpi mendapat wahyu dan menobatkannya sebagai nabi, mimpi diberi mukjizat sehingga bisa mengobati orang sakit dengan cara-cara yang tidak masuk akal ataupun bermimpi mendapat perintah Tuhan untuk membunuh anaknya, maka berhati-hatilah karena itu pasti mimpi yang datangya dari setan (al-hilm).
Kadang mimpi juga bisa menjadi gambaran dari apa yang akan terjadi pada suatu saat nanti, inilah yang menurut para ahli disebut Precognitive Dream, yaitu sebuah mimpi yang memberikan kepada seseorang informasi mengenai apa yang akan terjadi di masa depan.
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Baylor menemukan bahwa 52 persen masyarakat percaya dengan Precognitive Dream. Bahkan sebuah survei pernah menemukan adanya 66 persen responden yang mengalami precognitive dream yang akurat.
Dalam sejarah, Abraham Lincoln pernah bermimpi melihat tubuhnya terbaring di sebuah peti mati, dua minggu sebelum pembunuhannya. Lalu seorang insinyur dari Inggris bernama John Dunne pernah memimpikan mengenai letusan sebuah gunung api di Perancis yang kemudian menjadi kenyataan.
Jadi, mimpi bukan sekedar bunga tidur yang hanya memberi batas pengharapan ataupun hiburan dari semua hal yang tidak bisa diwujudkan dialam realitas. Tetapi, mimpi juga bisa menjadi petunjuk Allah yang diberikan kepada hambanya, Asal saja kita menyesuaikan diri agar pantas mendapat petunjuk melalui mimpi yang diberikan-Nya. Wallahu’alam.
Bahan rujukan :
1. Murata, Sachiko & William C. Chittick, The Vision of Islam, Suluh Press, 2005.
2. Sayyid, Abdul Bashith Muhammad, Rahasia dalam Rahasia, Tiga Serangkai, 2004.
3. Thoha Faz, Ahmad, Titik Ba, Mizan 2007.
http://muhammadirfani.wordpress.com/2010/05/23/mimpi-sebuah-fenomena-tidur/