Membaca Tajuk Rencana
A. Pengertian
Tajuk rencana adalah kolom dalam surat kabar atau majalah yang mengungkapkan opini redaksi terhadap suatu permasalahan yang sedang hangat dibicarakan atau menonjol pada saat media itu terbit. Tajuk rencana disebut juga sebagai karangan pokok yang dimuat dalam surat kabar atau majalah. Tajuk rencana juga sering disebut editorial.
Setiap surat kabar atau majalah yang terbit hampir selalu menyajikan tajuk rencana mengenai sesuatu yang menjadi berita hangat dalam masyarakat, baik secara nasional maupun internasional. Tajuk rencana mengungkapkan visi dan pandangan redaksi atas topik yang dibahas. Tajuk rencana dalam surat kabar atau majalah ditulis oleh redaksi.
B. Isi Tajuk rencana
Tajuk rencana berisi permasalahan yang sedang hangat dalam masyarakat dan opini redaksi atas permasalahan tersebut, yang meliputi topik berita, tujuan redaksi, pandangan atau visi dan harapan-harapan redaksi akan peran serta pembaca.
Masalah yang disoroti dalam tajuk rencana dapat dinyatakan secara eksplisit atau implisit. Masalah yang disoroti dapat berupa kebijakan pemerintah, perkembangan situasi sosial dan politik, peristiwa tertentu dalam masyarakat, atau tokoh berpengaruh. Dalam menyoroti sebuah masalah, redaksi mungkin menyetujui, menolak, memberikan alternatif, atau memberikan bahan renungan bagi pembaca.
C. Fungsi tajuk rencana
Tajuk rencana dalam surat kabar atau majalah mempunyai fungsi:
1. Sebagai kritik atas ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat
2. Memberikan wawasan kepada masyarakat atas permasalahan yang sedang hangat terjadi
D. Cara membaca tajuk rencana:
1. memahami permasalahan yang dikemukakan, tujuan pembahasan, pandangan, kritik atau tanggapan redaksi atas permasalahan tersebut
2. pemahaman opini redaksi atas permasalahan tersebut
3. mendalami untuk menyiapkan sikap kritis terhadap opini redaksi
Tanggapan terhadap tajuk rencana mencakup: tanggapan terhadap permasalahan yang diangkat dan tanggapan terhadap kritik atau komentar redaksi atas permasalahan tersebut.
Tanggapan terhadap tajuk rencana antara lain dapat disampaikan dalam bentuk kritik. Kritik dapat ditujukan pada aspek isi, sistematika penyajian, atau bahasa yang digunakan penulis. Kritik terhadap isi dapat berupa pertimbangan baik-buruk, keaktualan masalah, sistematika penyajian isi, ketepatan pandekatan dalam analisis masalah, dan sebagainya.
Dalam menganalisis masalah dalam tajuk rencana atau editorial, penulis menggunakan suatu pendekatan yang dipilih berdasarkan kategori (jenis) masalahnya. Misalnya, jika penulis membahas masalah sosial, maka penulis akan menggunakan pendekatan sosiologis, masalah psikologis dianalisis dengan pendekatan psikologis, dan masalah hukum juga didekati dengan pendekatan hukum. Apabila penulis menyajikan masalah yang kompleks, besar kemungkinan penulis akan menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis masalah itu.
Urut-urutan untuk melihat tingkat kedalaman analisis masalah yakni:
1. penulis hanya melaporkan masalah tanpa melakukan analisis
2. penulis melaporkan masalah dan memberikan penjelasan tentang latar belakang munculnya masalah dan jenis masalah
3. penulis melaporkan masalah dan menganalisisnya dengan teknik perbandingan, menerangkan sebab-akibat, melakukan analogi masalah
4. penulis melakukan analisis dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
5. penulis melakukan analisis, menarik kesimpulan, dan menilai masalah
http://kelasmayaku.wordpress.com/2010/08/25/membaca-tajuk-rencana/
***************************
Tajuk Rencana Harian KOMPAS, Jumat, 29 April 2011
Jangan Biarkan Radikalisme
Bangsa Indonesia saat ini menghadapi ancaman serius terkait dengan terorisme, kekerasan horizontal, dan radikalisasi yang terus terjadi di sejumlah tempat. Jika tak ditanggulangi secara serius, kondisi ini bisa berdampak pada harmoni kehidupan bangsa ke depan.
Peringatan itu disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan semua menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, gubernur, dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia yang menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Kamis (28/4).
”Rasa aman masyarakat terancam. Jangan dibiarkan. Semua bertanggung jawab dan bertugas menanggulangi ancaman itu,” katanya.
Presiden mengajak semua jajaran pemerintahan melakukan pencegahan sedini mungkin untuk menanggulangi ancaman terorisme, kekerasan horizontal, dan radikalisme itu. Masalah ini tak mungkin ditangani polisi dan penegak hukum semata. ”Saya berharap ancaman ini ditanggulangi secara serius,” ungkapnya.
Di sisi lain Presiden melihat adanya gerakan radikalisasi bermotif agama dan ideologi. Jika dibiarkan, radikalisasi ini dapat mengancam karakter dan perilaku rakyat. ”Kantong-kantong elemen masyarakat, bahkan generasi muda, dibikin radikal, menyukai kekerasan dan melawan hukum. Dalam jangka panjang, jika dibiarkan, ini akan mengubah karakter bangsa Indonesia yang sejatinya toleran, mencintai kerukunan, dan suka ketenteraman,” katanya.
Berbagai kesaksian dan investigasi, kata Presiden, menunjukkan ada sebagian generasi muda yang dijadikan sasaran dan akhirnya menjadi korban dari gerakan radikalisasi itu. Jika radikalisasi itu berkaitan dengan agama, menodai dan merusak ajaran agama, pemuka agama diharapkan berperan secara aktif melakukan pelurusan. Hal ini penting agar rakyat dan umat menjalankan ajaran agamanya dengan benar.
Jika radikalisasi itu berkaitan dengan ideologi yang mengancam empat pilar kehidupan bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, lanjut Presiden, semua elemen bangsa bertanggung jawab, memiliki kewajiban, dan mesti mengemban tugas bersama untuk menghentikannya. ”Kita tak boleh apatis, pasif, dan membiarkan begitu saja,” ujarnya.
Kantong di sekitar Jakarta
Di Tangerang, Rabu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menegaskan, sejauh ini tidak pernah ada deklarasi organisasi Negara Islam Indonesia (NII). NII diduga menjaring kaum muda untuk menjadi warganya. NII juga diduga melakukan gerakan radikalisasi. Pemerintah tak mengizinkan berdirinya NII.
Di Jakarta, Kamis, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar mengakui, daerah penyangga Jakarta, seperti Tangerang, Depok, Bekasi, dan sebagian Jakarta Selatan, diduga menjadi lahan subur penyebaran pengaruh NII. Hal itu disebabkan warga di daerah itu relatif mudah dipengaruhi dan tidak sesibuk warga Jakarta.
Pemetaan daerah subur penyebaran NII itu berdasarkan penelitian intelijen Polda Metro Jaya. ”Secara spesifik kantongnya belum bisa dibuktikan. Sebab, tak ada laporan orang yang dirugikan oleh NII yang masuk ke Polda Metro Jaya tahun ini,” ujarnya. Polisi pun hanya bisa menggelar tindakan preventif, misalnya penyuluhan. Tindakan represi berupa penangkapan, penyitaan, dan penggeledahan harus menunggu laporan dari orang yang merasa dirugikan NII.
Kendati demikian, Polri berupaya mengantisipasi dengan memantau lokasi potensial, seperti kampus dan daerah indekos yang banyak dihuni mahasiswa. Ini karena penyebaran pengaruh NII diawali dengan diskusi sebelum akhirnya sampai ke indoktrinasi.
Komandan Korem 064/Maulana Yusuf, Banten, Kolonel (Inf) Joko Warsito, Kamis di Serang, mengatakan, masalah NII adalah masalah lama. TNI memonitor data dan pergerakan mereka. Ditanya mengenai aktivis NII di Banten, ia mengatakan, anggotanya mencapai ribuan orang.
Dari Yogyakarta, Kepala Polda DI Yogyakarta Brigadir Jenderal (Pol) Ondang Sutarsa menambahkan, tahun 2008 di Yogyakarta terdapat 31 mahasiswa dan seorang siswa yang yang direkrut jaringan NII. Korban tersebar di 10 perguruan tinggi dan satu sekolah menengah atas. ”Kemungkinan ada perkembangan jumlah korban,” katanya.
Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Untung Suharsono Radjab menyatakan, pihaknya akan menangani tindak pidana penipuan yang membuat puluhan mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi di Jatim menjadi korban. Ia menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan delapan korban cuci otak yang berstatus mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Kamis. Kasus itu terkait jaringan NII.
Masih dari Jatim, Kepala Polres Jombang Ajun Komisaris Besar Marjuki, Kamis, menegaskan, polisi belum menentukan tersangka kasus cuci otak yang diduga dilakukan jaringan NII terhadap empat pelajar di kabupaten itu. Jika dalam pengembangan penyelidikan ditemukan unsur pemaksaan, kasusnya akan dipidanakan. Korban cuci otak itu adalah siswa sebuah sekolah lanjutan atas negeri di Jombang, yakni AA, MM, AE, dan HW.
Butuh dukungan politis
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai di Jakarta, kemarin, menilai, dukungan politis dari lembaga legislatif terhadap upaya pemberantasan terorisme dan radikalisme masih lemah. DPR seharusnya segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan gerakan radikal dan terorisme dapat lebih maksimal.
(fer/gre/abk/ano/iam/gal/cas/pin/why)
http://cetak.kompas.com/read/2011/04/29/02252573/jangan.biarkan.radikalisme
************************
Editorial Media Indonesia / Kamis, 7 April 2011
Tragedi Infrastruktur
INFRASTRUKTUR adalah tragedi yang semakin membelenggu Indonesia. Jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, tidak bertambah dalam jumlah maupun kualitas. Bahkan, jalan raya sebagai contoh, di seluruh Nusantara lebih banyak yang rusak daripada yang baik.
Sulit dibayangkan dengan infrastruktur yang compang-camping seperti saat ini, Indonesia mampu bersaing secara global. Setidaknya ada pemborosan Rp37 triliun dari sisi biaya angkutan akibat buruknya infrastruktur yang berimplikasi pada naiknya biaya produksi dan harga barang.
Mutu dan jumlah infrastruktur yang terus memburuk bertolak belakang dengan peningkatan APBN dari tahun ke tahun. Tahun 2004 belanja APBN kita adalah Rp430 triliun.
Sekarang, 2011, belanja APBN kita sudah Rp1.200 triliun. Terjadi peningkatan APBN tiga kali lipat dalam tempo tujuh tahun.
Ironi terbesar dan sekaligus tragedi adalah uang yang terus membengkak di kantong negara hanya mengakibatkan kemerosotan jumlah dan mutu infrastruktur. Pasti ada kesalahan yang sangat fundamental dalam politik infrastruktur.
Anggaran yang terbatas jadi kambing hitam. Dari kebutuhan dana infrastruktur yang mencapai Rp1.400 triliun hingga 2014, pemerintah mengklaim hanya mampu menyediakan 19,6%-nya atau sebesar Rp274 triliun. Sisanya dilemparkan ke swasta.
Tetapi hasilnya tidak seperti harapan. Soalnya, masih ada ganjalan investor untuk masuk ke proyek infrastruktur.
Salah satunya soal pengadaan lahan yang tidak segera direspons. UU tentang pengadaan lahan bagi kepentingan umum tak kunjung terbit.
Dalam pembangunan jalan, misalnya, pemerintah begitu terfokus pada jalan tol dan melupakan jalan-jalan nontol yang menjadi bagian dari tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Pembangunan infrastruktur tidak bisa ditunda lagi. Mustahil memiliki daya saing nasional apalagi global kalau infrastruktur buruk, tersendat, bahkan terputus.
World Economic Forum menempatkan Indonesia di bawah negara-negara tetangganya soal kualitas infrastruktur. Indonesia mendapat skor 3,7 dari maksimal 7 poin, lebih rendah ketimbang Thailand (4,9) dan Malaysia (5,5).
Peringkat itu seharusnya membuat pemerintah terpicu. Keterbatasan anggaran dan ruang fiskal yang sempit jangan jadi alasan untuk malas mencari terobosan untuk membangun infrastruktur.
Pemerintah harus ingat, tanpa ketersediaan infrastruktur, sulit bagi Indonesia menaikkan daya saing menuju keterbukaan pasar ASEAN pada 2015.
Apa kita mau hanya jadi pasar ekspor negara lain?
http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2011/04/07/8541/Tragedi-Infrastruktur